RANGKUMAN
Pengertian Emulsi
Emulsi adalah suatu disperse di
mana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang
terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak bercampur (1).
Emulsi adalah suatu system
heterogen, yang terdiri dari tidak kurang dari sebuah fase cair yang tidak
bercampur, yang terdispersi dalam fase cair lainnya, dalam bentuk
tetesan-tetesan, dengan diameter secara umum, lebih dari 0,1 μm (2).
Secara umum, emulsi merupakan system
yang terdiri dari dua fase cair yang tidak bercampur, yaitu fase dalam
(internal) dan fase luar (eksternal).
Komponen emulsi :
·
Fase dalam (internal)
·
Fase luar (eksternal)
·
Emulsifiying Agent (emulgator)
Tipe-Tipe Emulsi (3)
1.
Tipe minyak/air (m/a atau o/w), dimana fase minyak
terdispersi dalam fase air (minyak=internal, air=eksternal)
2.
Tipe air/minyak (a/m atau w/o), dimana fase air terdispersi
dalam fase minyak (air=internal, minyak=eksternal)
3.
Tipe emulsi ganda (w/o/w dan o/w/o), lebih dikenal dengan
emulsi dalam emulsi, yaitu suatu emulsi tipe tertentu yang didispersikan lagi
dalam suatu fase pendispersi. Tipe ini pada umumnya dapat ditemui dalam
formulasi kosmetika.
4.
Mikroemulsi
TINJAUAN PUSATAKA
1. Defenisi
Emulsi dapat
didefinisikan sebagai suatu sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan
dengan emulgator
atau surfaktan yang cocok. (Anonim, 1979, 9) Emulsi adalah sistem dispersi
kasar yang secara termodinamik tidak stabil, terdiri dari minimal dua atau
lebih cairan yang tidak saling campur satu sama lain dan untuk memantapkan
diperlukan penambahan emulgator. (Voigt R,
1995, 398)
Emulsi adalah
sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain,
dalam bentuk tetesan kecil. (Anonim, 1995, 6)
Dari kedua
sumber diatas maka emulsi dapat pula diartikan sebagai sistem dua fase dalam
(terdispersi) yang berupa batas-batas kecil terdistribusikeseluruh fase luar
(pembawa) dengan bantuan emulgator yang cocok sebagai komponen penunjang
emulsi.
2. Teori
Pembentukan Emulsi
Dalam pembuatan
suatu emulsi terdapat teori yang menyangkut proses terbentuknya emulsi yang
stabil. Adapun tiga teori pembentukan emulsi yaitu :
a). Teori
Tegangan Permukaan atau Surface Tension Theory
Dalam teori ini
dijelaskan bahwa untuk menurunkan tegangan permukaan antar dua cairan yang
tidak tercampur diperlukan suatu zat aktif. Permukaan (surfaktan) atau zat
pembasah (emulgator) yang mampu menahan bersatunya tetesan kecil menjadi
tetesan besar dengan jalan mengurangi gaya tarik menarik antar molekul
masing-masing cairan, sehingga stabilitas emulsi tetap baik secara fisik maupun
kimia.
b). Oriented
Wedge Theory
Menurut teori
ini emulsi dapat terbentuk akibat adanya emulgator yang melarut dalam suatu
fase dan terikat dalam fase tersebut. Untuk zat pengemulsi yang memiliki
karakteristik hidrofilik yang besar dari pada sifat hidrofobiknya akan
membentuk suatu emulsi minyak dalam air (M/A) dan suatu emulsi air dalam minyak
sebagai hasil penggunaan zat pengemulsi yang lebih hidrofobik dari pada
hidrofilik.
c). Teori
lapisan antarmuka atau Plastic Film Theory
Teori ini
menjelaskan proses pembentukan emulsi dengan memaparkan zat pengemulsi pada
antarmuka masing-masing tetesan dari fase internal, lapisan film plastik tipis
yang mengelilingi lapisan tersebut akan mencegah terjadinya kontak atau
berkumpulnya kembali tetesan kecil itu menjadi tetesan yang lebih besar,
sehingga dengan stabilnya kondisi ini akan mampu mempertahankan stabilitas
emulsi. (Anief, 1993, 161)
Teori Emulsifikasi (1)
·
Teori Tegangan –permukaan
Bila cairan kontak dengan cairan kedua
yang tidak larut dan tidak saling bercampur, kekuatan (tenaga) yang menyebabkan
masing-masing cairan menahan pecahnya menjadi partikel-partikel yang lebih
kecil disebut tegangan antarmuka. Zat-zat aktif permukaan (surfaktan) atau zat
pembasah, merupakan zat yang bekerja menurunkan tegangan antarmuka ini.
·
Oriented Wedge Theory
Menganggap bahwa lapisan monomolecular
dari zat pengemulsi melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada emulsi. Teori
ini berdasarkan pada anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu mengarahkan dirinya
di sekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan gambaran kelarutannya pada
cairan tertentu.
·
Teori plastic atau Teori Lapisan antarmuka
Bahwa zat pengemulsi membentuk lapisan
tipis atau film yang mengelilingi fase dispers dan diabsorbsi pada permukaan
dari tetesan tersebut. Lapisan tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase
terdispersi; makin kuat dan makin lunak lapisan tersebut, akan makin besar dan
makin stabil emulsinya.
3. Klasifikasi
Tipe Emulsi
Suatu emulsi
terdiri dari dua fase yang bersifat kontradiktif, tetapi dengan adanya zat
pengemulsi maka salah satu fase tersebut terdispersi dalam fase lainnya. Pada
umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu :
a). Tipe Emulsi
Air dalam Minyak (A/M) atau Water in Oil (W/O)
Emulsi ini
mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak merupakan fase
luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang kurang dari 25% dan
mengandung sebagian besar fase minyak emulsi. Jenis ini dapat diencerkan atau
bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat sulit bercampur / dicuci dengan
air.
b). Tipe Emulsi
Minyak dalam Air (M/A) atau Oil in Water (O/W)
Merupakan suatu
jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang terdistribusi dalam
bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinu yang berupa air. Emulsi tipe
ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31% sehingga emulsi M/A dapat
diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat mudah dicuci.
Dari kedua tipe
emulsi diatas, emulsi tipe M/A merupakan tipe emulsi yang paling banyak
digunakan dalam formulasi sediaan oral. Hal ini disebabkan
karena umumnya
fase minyak memiliki bau dan rasa yang tidak enak, sehingga minyak cenderung
digunakan sebagai fase internal. Emulsi tipe A/M umumnya digunakan dalam
formulasi untuk pemakaian luar, dimana minyak dapat menjaga kelembutan dan
kelembapan kulit.
1.
Bahan-bahan karbohidrat , bahan-bahan alami seperti akasia
(gom), tragakan, agar, kondrus dan pectin. Bahan-bahan ini membentuk koloid
hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan umumnya menghasilkan emulsi m/a.
2.
Zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur, dan kasein.
Bahan-bahan ini menghasilkan emulsi tipe m/a. kerugian gelatin sebagai suatu
zat pengemulsi adalah sediaan menjadi terlalu cair dan menjadi lebih cair pada
pendiaman.
3.
Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti : stearil
alcohol, setil alcohol, dan gliseril monostearat. Biasa digunakan sebagai
penstabil emusi tipe m/a dari lotio dan salep tertentu yang digunakan sebagai
obat luar. Kolesterol dan turunannya dapat digunakan sebagai emulsi untuk obat
luar dan menghasilkan emulsi tipe a/m.
4.
Zat-zat pembasah, yang bersifat kationik, anionic dan
nonionic. Zat-zat ini mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dengan bagian
lipofilik dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut.
5.
Zat padat yang terbagi halus, seperti : tanah liat koloid
termasuk bentonit, magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida. Umumnya
membentuk emulsi tipe m/a bila bahan padat ditambahkan ke fase air jika jumlah
volume air lebih besar dari minyak. Jika serbuk bahan padat ditambahkan dalam
inyak dan volume fase minyak lebih banyak dari air, suatu zat seperti bentonit
sanggup membentuk suatu emulsi a/m.
Viskositas Emulsi (4)
Viskositas emulsi dipengaruhi oleh
perubahan komposisi :
1.
Adanya hubungan linear antara viskositas emulsi dan
viskositas fase kontinu.
2.
Makin besar volume fase dalam, makin besar pula viskositas
nyatanya.
3.
Untuk mengatur viskositas emulsi, tiga factor interaksi yang
harus dipertimbangkan oleh pembuat formula, yaitu :
·
Viskositas emulsi m/a dan a/m dapat ditingkatkan dengan
mengurangi ukuran partikel fase terdispersi ,
·
Kestabilan emulsi ditingkatkan denganpengurangan ukuran
partikel, dan
·
Flokulasi atau penggumpalan, yang cenderung membentuk fase
dalam yang dapat meningkatkan efek penstabil, walaupun ia meningkatkan
viskositas.
4. Biasanya viskositas emulsi meningkat dengan meningkatnya
umur sediaan tersebut.
Referensi :
1. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (terjemahan) Howard C.
Ansell UIP – Jakarta (2005)
2. Dispensing Of Medication Robert E. King, PhD. Mack
Publishing Company – Pennsylvania (1984)
3. Remington’s Pharmaceutical Sciences 18th Alfonso
R. Gennaro Mack Publishing Company – Pennsylvania (1990)
b.)Uji Pembentukan emulsi
Hasil Pengamatan
|
Tabung
1
|
Tabung
2
|
Tabung
3
|
Tabung
4
|
Tabung
5
|
Larut/tidak larut
|
Tidak larut
|
larut
|
Larut
|
larut
|
larut
|
Pada uji pembentukan emulsi,ingin mengetahui terjadinya pembentukan emulsi
ddari minyak.Uji ini menggunakan aquadest ,Na2CO3 0,5%,larutan
sabun,larutan BSA, dan larutan empedu.Pada tabung 1 air yang ditambahkan minyak
membentuk emulsi yang tidak stabil.Hal ini dikarenakan oleh air yang memiliki
ikatan hidrogen (O-H) yang menyebabkan sifat polar yang sangat susah larut
dalam minyak yang bersifat non-polar sehingga kedua cairan saling memisah.Pada
tabung kedua minyak yang ditambakan oleh larutan soda membentuk sedikit larut
karena terbentuk emulsi yang tidak stabil.Hal yang menyebabkan terbentuknya
emulsi yang tidak stabil karena adanya air pada campuran tersebut sehiungga
walaupun sebenarnya minyak dalam pelarut soda akan membentuk emulsi stabil
karena asam lemak bebas dalam larutan bereaksi dengan soda membentuk sabun,tetap
terbentuk emulsi tidak stabil.Tetapi pada praktikummenunjukkan emulsi yang
stabil.Sementara itu,penambahan minyak dengan larutan BSA,sabun dan empedu
membentuk emulsi yang stabil karena ketiga larutan tersebut mampu menurunkan
tegangan permukaan antara kedua fase cairan yang biasa disebut pengemulsi.
Emulsi merupakan
sistem dispersi kasar yang secara termodinamik tidak stabil, terdiri dari
minimal dua atau lebih cairan yang tidak bercampur satu sama lain,biasanya
minyak dan air dimana cairan yang satu terdispersi didalam cairan yang lain dan
untuk memantapkannya diperlukan emulgator. Emulgator merupakan komponen yang
paling penting untuk memperoleh emulsi yang stabil.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan ini adalah:
1.Lipid tidak larut dalam air (pelarut polar) sedangkan larut dalam pelarut non-polar
1.Lipid tidak larut dalam air (pelarut polar) sedangkan larut dalam pelarut non-polar
2.Penambahan minyak kelapa terhadap sabun,Na2CO3,BSA
dan empedu membentuk emulsi yang stabil sedangkan pada air tiadak membentuk
emulsi
3.Minyak kelapa dan minyak sawut termasuk asam lemak
tidak jenuh sedangkan
margarin
merupakan asam lemak jenuh
4.Minyak tengik bersifat asam
5.Sabu dapat mengendapkan ion Mg,Ca dan alkali tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Hermanto,S,M.Si.2007 Petunjuk
Praktikum Biokimia I Laboratorium kimia UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Hermanto
S,M.Si.2008.Diktat Perkuliahan Biokimia I Prodi Kimia UIN
Sayarif Hidayatullah Jakarta
Fessenden
& Fessenden JS.1986 Kimia Organik.AH Pundjaatmaka
Ph.D.Jakarta.Erlangga
Chang,Raymond.2008.Kimia
Dasar 2.Jakarta.Erlangga.
1.
Anief, M., 1993.
Farmasetika, 163, 167, 161. Gadjah Mada University Press,Yogyakarta.
2.
Anief, M., 2000.
Ilmu Meracik Obat, 147, 148, 132. Gadjah Mada University
Press,Yogyakarta.
3.
Anonim, 1979. Farmakope
Indonesia, edisi III, 9, 458, 96. Departemen KesehatanRepublik Indonesia.
4.
Anonim, 1995. Farmakope
Indonesia, edisi IV 6, 687. Departemen KesehatanRepublik Indonesia.
5.
Ansel, H.C.,
1985. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV. 376, 198, 388.
6.
Voigt, R., 1995.
Buku Pelajaran Tehknologi Farmasi, 398, 434. Gadjah MadaUniversity
Press, Yogyakarta.