STORY ACIKITA FOUNDATION
Aku Cinta Indonesia
Kita (ACIKITA), didirikan oleh sekelompok anak bangsa, mereka adalah akademisi
dan pemerhati Indonesia di Jepang. ACIKITA pertama kali dicetuskan pada tanggal
4 Oktober, 2006 di Tokyo. Pendirinya adalah Dr. Prihardi Kahar, (saat itu
postdoctoral di Tokyo Institute of Technology/TIT, sekarang sebagai Asc. Prof
di Nihon University), Dr Jumiarti Agus (saat itu baru saja menamatkan studi di
TIT, sekarang khusus memfokuskan diri untuk perjuangan di ACIKITA), dan Rahmiwati,
S.Ag (alumni IAIN Padang, saat itu sedang belajar Bahasa Jepang, dan ilmu ilmu
praktis menyangkut lifestyle, tata karma, serta budaya Jepang, disamping
menemani suaminya yang studi di TIT.
ACIKITA awalnya bernama ACI (Aku Cinta
Indonesia), namun sejak kami mendaftarkan AKTA organisasi, ACI harus berganti
nama menjadi ACIKITA (Aku Cinta Indonesia Kita). Semuanya berawal dari
kepulangan kami (para pendiri di atas) ke tanah air di pertengahan tahun 2006.
Ketika sempat berkunjung ke kota Bandung, kami mengamati sangat banyak anak
berusia 5 tahun dan usia wajib belajar di setiap persimpangan jalan. Jumlah
mereka jauh lebih banyak ketika kami mengetahui situasi Bandung beberapa tahun
sebelumnya. Kehidupan yang tak layak, kurangnya perhatian pemerintah, kondisi
ekonomi yang memaksa hidup di jalanan dan tak ada pengembangan diri menjadi
pendorong pertanyaan yang dilontarkan oleh anak berusia 4 tahun yang membuat
kami (pendiri ACIKITA) tidak bisa menjawabnya. Pertanyaan Najmi itulah seakan-akan
memperjuangkan suara anak Indonesia. Pemicu lainnya adalah curhat para teman
dekat kami yang telah menikah, yang dulunya sama-sama aktivis kampus. Kami
berpikir kehidupan mereka sudah enjoy. Tapi kenyataannya lain, bahkan banyak
yang tidak memegang uang setelah menikah dan berhenti dari pekerjaan. Tidak
hanya itu, di Pariaman, Sumatera Barat, anak-anak tak bisa sekolah karna tak
punyha uang dan kehidupan mereka berputar pada kisaran ekonomi sulit.
Kondisi yang kami lihat langsung, sungguh
memprihatinkan sekali. Bersamaan dengan itu serasa timbul ada kekuatan hebat di
dalam diri kami, untuk berbuat nyata dan membantu mereka. Selain itu berbagai
krisis yang terjadi di Indonesia mulai dari krisis moral, ekonomi, keamanan,
kenyamanan hidup, bencana alam, pendidikan, social, politik, pemerintahan,
dsbnya, tambah mendorong kami untuk berkontribusi nyata, sesuai dengan potensi
yang kami punyai. Apalagi kami berdomisili di negara yang miskin sumber daya
alam, tapi semua masyarakatnya hidup aman, damai, sejahtera, cukup sandang dan
pangan, terjamin pendidikan anak-anaknya oleh negara.
Hingga kami kembali ke Jepang, pengalaman dan
kenangan tentang kampung halaman, dan Indonesia selalu teringat. Dari jalanan
akan lahir generasi jalanan, yang tidak cukup pangan, ilmu, moral dan etika,
kondisi fisik yang baik, dsbnya. Tentu hal ini tidak boleh dibiarkan. Dua
kondisi nyata yang berbeda, Indonesia dengan sumber daya alam yang berlimpah
ruah, tapi banyak yang miskin dan tidak bisa makan, serta tidak pergi ke
sekolah. Jepang dengan kondisi sumber daya alam sangat teramat miskin, tapi
tidak ada satu nyawa pun yang tidak bersekolah. Tidak ada anak-anak yang
meminta di jalanan. Hal ini tidak bisa hilang dari pikiran, karena kami
bersentuhan dengan kedua negara ini setiap harinya. Ya sebagai orang Indonesia
yang telah lama hidup di Jepang. Kami terpanggil untuk berkontribusi
memperbaiki kondisi Indonesia kita tercinta.
Akhirnya kami sepakat untuk mendirikan wadah
“Aku Cinta Indonesia (ACI)” yang kemudian berubah nama menjadi “Aku Cinta
Indonesia Kita (ACIKITA)” di Tokyo, Jepang.
Cita-cita kami dari
ACIKITA Foundation
Berjuang untuk mewujudkan Indonesia yang lebih
baik dengan jalan memajukan pendidikan.
Bismillahirrahmanirrahiim, Allahu Akbar…
Wassalam
Jumiarti Agus